Kepada dahulu yg
memancing rasa..
Senyummu masih terkapar
dalam fikirku saat siang meredupkan kesombongannya
Sempat kau pun masih
menimangku dalam benak..
atau mungkin bahkan tidak.
Aku tak mampu berharap
banyak..
Kepada dahulu yg
memancing pedih..
Sore tadi, aku masih
menyimpan tekad dalam harap
Namun ketika semua
terlihat, aku mulai penat akan berniat untuk mengikat
Bukan karna tersesat..
Tapi lebih tepatnya, aku
sadar bahwa kau begitu niat mengikat dia yg bahkan tak pernah kulihat.
Kepada dahulu yg
memancing kasih..
Mungkin caramu terlalu
ampuh,
Sehingga kau mewariskan
luka yg begitu sulit tuk sembuh..
Sembuh pun,
Nantinya akan
menyisahkan banyak kenangan yg sukar tuk dipilah, penting tidaknya disimpan
Kepada dahulu yg
memancing sejuta tanya..
Kau sering melihat putri
malu, bukan? Tentulah sering.
Dari prilakumu saja
sudah terlihat.
Apa kau sadar?
Ketika menginginkan
orang berlaku seperti harapan,
Tapi diri justru membalaskan ke lain tujuan, itu sama halnya kejahatan.
Oh aku lupa, kau tak
begitu peka..
Kepada dahulu yg
memancing emosi..
Bisakah aku bertanya
padamu, wahai dahulu?
Jika demikian. Aku ingin
bertanya banyak hal, boleh kan?
Aku harap kamu tak bosan
dengan pertanyaan-pertanyaanku.
Wahai dahulu..
Benarkah dengan apa yg
aku lakukan saat ini?
Tak ada maksud sama
sekali untuk menyesali,
Jangan sekali-kali kau
menertawaiku jika kau tak ingin menjawabnya, wahai dahulu..
Aku hanya bertanya..
Wahai dahulu..
Benarkah jika aku tak
melakukan ini, hal yg lebih besar akan menanti?
Aku benci ketika aku
harus memikirkannya sampai larut malam namun tak mendapatkan jawaban..
Kau menertawaiku lagi?
Aku mohon jangan, wahai dahulu..
Ini masih sebagian dari
pertanyaanku..atau baiklah aku akan berhenti kalo begitu.
Wahai dahulu..
Mungkinkah perkenalan
begitupun pertemuan mendatangkan kebahagiaan..
Jika iya. Lalu mengapa
kau masih jadi dahulu yg begitu hina dan penuh nista.
Ingat! Aku tak bermaksud
mencela..
Wahai dahulu..
Aku bahkan bangga
menjadi salah satu korban keganasan yg menyentilkan
banyak pelajaran..
Namun aku juga begitu kasihan melihat panasnya letupan dari didihnya hati yg kian meluap.
Namun aku juga begitu kasihan melihat panasnya letupan dari didihnya hati yg kian meluap.
Tampaknya begitu
dilematis, wahai dahulu.. tapi itulah adanya.
Wahai dahulu..
Sejak saat itu,
Aku seakan tak percaya
pada pertemuan dan perkenalan, wahai dahulu..
Bagemana tidak, tak ada
yang mampu dibanggakan darinya,
Yang ada malah berbagai
macam kegiatan dusta di lingkungannya..
Iya! Aku tak ingin
memungkiri
Ini mungkin akibat
traumatis, tapi aku harap kalian bisa lebih realistis..
Wahai dahulu..
Aku berharap satu hal..
Pedih saat ini, pastikan
tak merabah pada hati yang belum khatam
Aku belum siap untuk
memindahkannya ke orang lain..
Itu masih terlalu pekat
rasanya..
Wahai dahulu..
Bersamaku, kau dapat
lebih banyak pelajaran yg bisa kau ingatkan di lain waktu.
Aku harap kau selalu
mampu memberikan pecutan dari setiap sikapku yang rentan..
Bagiku, kau ‘dahulu’
yang nista, namun tetap kucinta..
Terukir dari bawah ujung pena..
Sang penikmat kecewa
Selalu baper kalo bacain puisi dari blog ini :') Tapi tetep keren banget sih! :D
ReplyDelete-jevonlevin.com
hahaha bisa aja.. Kerenan situ, von :)
DeleteItu puisi buat oarang di masa lalu yang hobinya mancing ya gan?
ReplyDelete:D
move on lah move on ...
Amazing ya bikin puisi ampe sepanjang itu , berbakat menjadi seorang penulis puisi sepertinya :D
Begitulah, mba.. (Mungkin) hahaha
DeleteUdah lama ko move on-nya :D
Anyway..
Bisa dibilang bukan puisi sih, mba. Sekedar keresahan hati aja..
Dan aamiiin :D
Masih belajar2 juga dari tetuah blogger kek mba :)